BALANCES FULL DAY SCHOOL
Oleh: Eko Priyono
Keberadaan sekolah
full day school kian menjamur di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan kota besar lain. Sistem ini sangat menguntungkan bagi orang tua, terutama bagi pasangan suami istri yang aktif atau sibuk bekerja. Orang tua tidak perlu merasa cemas selama bekerja, karena selama bekerja anak dalam pengawasan dari pihak yang dapat diandalkan. Di pihak anak, mereka tidak akan merasa bosan, sedih dan kesepian yang menunggu orang tuanya pulang kerja, karena mereka dapat menghabiskan waktunya seharian di sekolah dengan kegiatan bermanfaat bersama guru dan teman-temannya. Mereka dapat bermain dengan berbagai mainan dengan fasilitas yang banyak dan beraneka. Padahal kita ketahui bahwa banyak kasus kenakalan anak dan remaja karena salah pergaulan, baik kebiasaan aktivitas di dalam dan di luar rumah atau pengaruh dari berbagai media.
Namun kadangkala program ini juga menjadi kendala bagi sebagian besar orang tua yang akan memilihnya. Kebimbangan ini muncul dari sebagian orang tua yang kebetulan mempunyai waktu longgar untuk bersama sang buah hati. Mereka menganggap
full day school justru menyengsarakan anak. Anak harus berangkat pagi pulang sore, mereka siang tidak bisa tidur, bagaimana pola makannya, bagaimana bermain, dan masih banyak kebimbangan lain. Keresahan lain dari orang tua adalah anak yang sekolah di full day school kurang sosialisasi, temannya hanya itu-itu saja, sehingga anak jadi jemu, tidak bisa membaur dengan anak-anak sekitar dan merasa ekslusif.
Kesalahan besar yang beredar bahwa
full day school hanya dinilai dari jam belajarnya saja, yakni mulai pagi hingga sore hari atau sekolah keseharian. Tetapi perubahan sikap sehari-hari anak yang ditinggal orang tuanya bekerja belum terpikirkan. Sementara itu anak sangat membutuhkan figur seorang bapak atau ibu yang bisa dijadikan teladan. Pada sekolah yang menerapkan
full day school hal ini terpenuhi, oleh seorang figure guru sebagai seorang pendidik, orang tua, teman bermain, bukan hanya sekedar pengajar. Jadi program ini bukan sekedar jam yang banyak tetapi muatan-muatan lain yang tinggi. Bahkan anak yang sekolah di
full day school mendapatkan tiga keuntungan sekaligus, yakni keuntungan dari segi akademis, social dan motivasi (perilaku). Banyak sekolah yang menawarkan program cukup bagus, misalnya mengajarkan anak jiwa enterpreneur dan leadership. Akan tetapi jika mereka tidak
full day, akhirnya program itu kurang maksimal, karena sebatas mengisi atau memenuhi jam atau mungkin hanya mengikuti “trend”. Sementara di sekolah
full day program-program seperti diatas memang menjadi target, dan diplikasikan secara langsung.
Menurut Elicker dan Marthur (1997) anak yang sekolah
full day school memiliki kesiapan belajar yang lebih tinggi daripada anak-anak yang sekolah setengah hari. Hal ini didukung studi Hough dan Bryde (1996) bahwa dari 511 anak yang bersekolah
full day school menemukan bahwa mereka menghasilkan nilai yang lebih tinggi pada tiap-tiap aitem tes-tes prestasi. Sedangkan dari segi sosial, Clark dan Kirk (2000) menemukan anak-anak yang bersekolah
full day school lebih mudah bergabung dan bersosialisasi dengan teman sebayanya dan memiliki keterampilan sosial (
social skills) yang lebih baik. Para ahli mengungkapkan bahwa anak yang bersekolah
full day school lebih mandiri, mengalami kecemasan yang rendah, lebih berani untuk mendekati (berbicara) dengan guru, lebih jarang tidak masuk sekolah dan lebih survive dalam menghadapi tantangan dimasa yang akan datang. Clark dan Kirk (2000) menambahkan bahwa anak-anak yang bersekolah di full day school secara perilaku dan motivasi mereka lebih positif dan produktif.
Sementara itu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dicanangkan oleh pemerintah menganjurkan pengembangan model sekolah dibebaskan sesuai dengan visi dan misi masing-masing sekolah yang mungkin tidak sama antara sekolah satu dengan lainnya. Dengan kata lain pengembangan kurikulum, perangkat pembelajaran, dan kurikulum muatan lokal (mulok) tentunya disesusikan pada masing-masing sekolah. Ironisnya yang terjadi di lapangan justru guru-guru berkumpul untuk membuat perangkat pembelajaran secara bersama-sama, yang tidak disesuaikan dengan kondisi sekolah sesuai dengan tuntutan kurikulum. Maka tidaklah salah kiranya program sekolah
full day school mempunyai kurikulum “plus” dengan perangkat yang berbeda dengan sekolah lain.
Jadi sekolah
full day school sebenarnya memiliki kurikulum inti yang sama dengan sekolah umumnya, namun mempunyai kurikum lokal seperti leadership, Green Education, Teknologi informatika, mengaji dan lain-lain. Dengan demikian kondisi anak didik lebih matang dari segi materi akademik dan non akademik. Dengan berbagai strategi yang dikembangkan oleh sekolah
full day school, peserta didik lebih rileks, tidak terburu-buru dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan memberikan pengalaman yang bervariasi. Sedangkan guru dapat memberikan kesempatan untuk mengukur dan mengobservasi perkembangan anak secara leluasa, dan terbinanya kualitas interaksi antara figur guru dan murid secara lebih baik, sehingga tidak akan muncul murid takut dengan guru, bahkan figur guru benar-benar seseorang yang dapat digugu dan ditiru. Ok bagi orang tua yang akan memilih sekolah bagi buah hatinya semoga tulisan ini bermanfaat. Amin.