14 Februari 2008

Tajuk Orang Tua



Kesuksesan Anak = Keberhasilan Orang Tua
oleh: Eko Priyono

Sore itu ada seorang lelaki tua duduk termenung dengan tatapan mata kosong. Pak Ali namanya. Ia bingung memikirkan, akan dimana kemana pendidikan anak-anaknya. Usianya sudah setengah baya, tetapi anak-anaknya masih kecil. Maklumlah setelah menikah tidak segera diberi amanat berupa anak oleh Allah SWT. Ditengah kebingungan itu, datanglah seorang lelaki tua bersurban dan berkopyah putih. “Assalamu’alaikum Pak Ali”. Kata Wak Haji Hamid. “Wa’alaikumsalam”. Terjadilah perbincangan yang cukup panjang. Hingga basa-basi itu diakhiri dengan pertanyaan Haji Hamid “Apa yang kau inginkan dengan anak-anakmu? ”Aku hanya ingin anak-anaku sholeh, pandai, dan kaya”. Haji Hamidpun terdiam dan bola matanya berbinar. Sesaat kemudian, Haji Hamid membisiki telinga Pak Ali, dan lelaki setengah baya itu mendengarkan dan hanya mengangguk-angguk. Hingga setiap hari ia mendatangi Haji Hamid untuk selalu berkonsultasi dan mendengarkan bisikan tentang pendidikan dan perkembangan anak-anaknya. Setelah 20 tahun berlalu lelaki setengah baya telah berubah menjadi Haji Ali yang tua, tetapi raut wajahnya bersinar. Ia memetik buah dari benih yang ditanam. Beliau dihormati di masyarakat, anak-anaknya menjadi anak yang sholeh, pandai dan kaya. Hingga ia ditanya oleh masyarakat apa tips yang dipakai untuk mendidik anak-anaknya. Namun hanya senyum simpul yang menjadi jawaban, tak pernah satu katapun terucap untuk menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan masyarakat.
Sepenggal cerita di atas memberikan ilustrasi kepada kita tentang gambaran kesuksesan orang tua dalam mendidik anak. Setiap orang tua pasti akan senang tatkala anaknya tumbuh sehat, pintar, cerdas, pandai, dan berhasil dalam pekerjaan. Tentunya yang tak kalah pentingnya ia juga sholeh dan sholehah.
Anak bagaikan sebuah kertas putih kosong yang steril dari apapun. Kertas itu siap untuk ditulisi dengan bahan apa saja. Tentu saja orang tuanya yang lebih tahu, tulisan apa yang akan dogoreskan, bahan apa yang kan dipakai, ataupun dibiarkan berserakan tertutup oleh debu jalanan.

Sifat dasar anak adalah bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Tak salah jika sebagian besar harinya dihabiskan dengan bermain. Orang tua yang lebih berperan untuk mengarahkan. Mainan apa yang cocok dengan anak, sehingga memory jangka panjang anak terisi dengan hal-hal positif. Jangan melarang anak dengan alasan yang tidak tentu. Hal ini yang mengajarkan ke anak sebuah kebohongan. Jadilah orang tua sebagai pendengar dan teman bermain anak yang baik. Jangan sekali-kali bosan mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan anak, karena hal inilah memory anak mengkonstruksi pengetahuannya. Proses belajar anak adalah sebagai berikut:
Melihat, mendengar, mencium, merasa, meraba – mengingat – menyebutkan
Melihat, mendengar, mencium, merasa, meraba – mengingat – melakukan
Menceritakan kembali dari apa yang pernah dilihatnya, didengar, diraba, dirasa dan dicium serta melakukan tindakan lanjutan merupakan ungkapan dari memory jangka panjang anak. Hal inilah proses belajar anak yang paling banyak ditemui melalui permainan.

Nyatakan cinta dengan hadiah
Hadiah, sekecil apapun nilainya tetap menyenangkan. Apalagi diberikan pada momen-momen yang tepat. Hadiah bisa berupa benda atau selain benda. Benda yang diberikan sebagai hadiah hendaknya yang bermanfaat dan disenangi, terutama diberikan kepada anak yang berprestasi. Berikan motivasi kepada anak yang belum berprestasi, agar berpacu lebih baik lagi. Kadang kita tidak pernah berpikir betapa secara materi tidak ada nilainya, tetapi apabila hadiah itu diberikan dengan ketulusan hati dan kasih sayang, maka perasaan itu akan dapat diterima dengan baik lebih dari sekedar nilai materinya.
Tatkala orang tua pulang dari bepergian jauh yang memakan waktu sampai beberapa hari, maka hadiah yang dibawa untuk anak-anak akan sangat menyenangkan dan mampu melepaskan rasa rindu. Berikan perhatian kepada anak kita dengan SMS atau telepon. Beberapa perhatian kecil seperti sudah makan, minum susu, belajar dan lain sebagainya. Dengan demikian hadiah inilah yang merupakan ungkapan sebuah cinta.

Jadikan nakal anak sebagai sebuah predikat
Nakal adalah predikat yang tidak diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh anak tiu sendiri. Namun pergaulan yang memberikan predikat bahwa kamu anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan sebagainya. Akibatnya, anak merasa divonis. Jika tuduhan diberikan berulang-ulang, bahkan sampai menjadi bahan tertawaan atau cemoohan dan ejekan, akan sangat menggores relung hati anak. Hatinya terluka. Maka anak akan mengalami disonant kognitif, yang akan berusaha melawan tuduhan itu. Akibatnya tindakan melawan itu menambah kenakalannya.
Hendaknya jangan memberikan predikat “nakal” pada anak. Setiap kesalahan pada anak tidak identik dengan nakal. Harusnya kesalahan anak disikapi dengan bijak dan penuh kasih sayang. Namanya anak itu masih kecil. Apapun kesalahan pasti ada penyebabnya. Mungkin justru orang tua yang tidak merasa bersalah. Sehingga kadang kita mendengar atau melihat sendiri terjadi kekerasan pada anak-anak, cacat, dan bahkan terenggutnya nyawa anak oleh orang tuanya sendiri.
Dibawah ini ada ungkapan bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn What They: bila anak dikrtitik dan dikasari, maka ia belajar mengumpat dan berkelahi, tetapi kalau bila anak mendapatkan haknya, maka ia belajar adil, dan bila anak merasa aman dan idenya diterima, maka ia belajar percaya dan menemukan kasih sayang.

Belajar sukses dari alam
Ilmu tidak hanya didapatkan dari bangku sekolah. Allah menciptakan makhluknya dengan segala manfaatnya. Kita lihat contoh induk ayam yang membesarkan anaknya. Berawal dari ia bertelur dengan membuat sangkar yang hangat, lalu mengerami. Agar suhu terjaga maka ia harus berpuasa sampai 21 hari lamanya. Setelah menetas induk ayam mengajari anak-anaknya untuk mencari makanan. Kalau ia dapat makanan tidak dimakan sendiri, tapi dipanggilkan anaknya, kalau makanan itu besar maka induk memecahkan sampai ukuran kecil dan diberikan anaknya. Ketika cuaca dingin anak-anak ayam itu masuk disela-sela sayapnya agar hangat. Ketika anaknya mulai tumbuh besar diajari untuk bertarung, dan yang jantan disuruh berkokok untuk membangunkan seluruh alam agar bangun 1/3 malam terakhir dan melakukan sholat. Induk ayam itu tidak segera mau menerima pinangan penjantan sebelum anaknya siap dilepas. Masa-masa menyapih itu dilakukan ketika dirasa oleh induk anaknya sudah siap.
Kisah tersebut memberikan teladan bahwa induk ayam mampu mendidik anaknya untuk mandiri. Nilai-nilai kasih sayang, kerjasama, jiwa memimpin, mencari rejeki dan berbagi dengan saudara, dan lain sebagainya ada dalam filosofi induk ayam. Tentunya masih banyak kisah-kisah yang ada di alam semesta ini.
Sejak dini ajari anak untuk mencari rejeki dengan cara berjualan, atau dengan imbalan jasa. Bawakan barang dagangan untuk menawarkan kepada teman sebayanya dan untungnya biar dipegang oleh anak. Sebagian untung dipakai beli mainan atau jajan, dan sebagian dipakai modal sendiri. Ajaklah anak untuk berdiskusi, kira-kira barang apa yang akan dijual kemudian dan bagaimana cara membuat estimasi laba-rugi. Jangan lupa setelah satu tahap terselesaikan, maka arahkan anak untuk membuat cacatan refleksi diri dan membuat agenda yang akan dilakukan selanjutnya. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengajari mereka untuk survival yang sukses akhlaqnya, sukses intelektualnya dan sukses kekayaannya.(xo dari berbagai sumber).
Bersambung

Tidak ada komentar: